BISIKAN PSIKOPAT DARI DAPUR (cerpen)


“Kucing mati saja kau permasalahkan! Banyak orang mati kelaparan dimana-mana tak kau permasalahkan! Korupsi dimana-mana tak kau permasalahkan! Hutan habis, air cemar, udara penuh polusi, pengrusak alam mengeruk untung tak kau permasalahkan! Perang dimana-mana, hanya perang para penguasa, orang banyak jadi korbannya, tak kau permasalahkan! Orang tertawa di atas kesedihan orang lain, orang berjaya di atas kesengsaraan orang lain, satu memangsa lainnya, satu memanfaatkan lainnya, jaman gila, neraka dunia, mau kiamat, mau kiamaat ...! Permasalahkan itu semua! Kucing mati tak membikin keadaan brengsek ini membaik, kucing mati enggak penting! Malah bangkainya lantas dibuang kali pula, busuk, bikin penyakit! Huh ... Kucing dipermasalahkan ...”

#

Del terbengong-bengong. Tak ia sangka, Win akan berkata-kata macam itu. Dan ia tetap terbengong waktu Win berlalu masuk kamar dengan menghempaskan pintu. Namun sejurus kemudian Del pun tergerakkan oleh sesuatu yang rutin; menyiapkan makan malam.

“Mandi dulu ... Terus makan ...”
“Ah, malas ...”
“Ayolah ... Biar segar badanmu ...”
Win keluar dengan kusut, pakaiannya, juga mukanya, dan mengisap rokoknya pendek-pendek.

“Aku lelah.”
“Segar nanti kalau kau mandi.”
“Aku lagi enggan mandi.”
“Kalau begitu cuci muka. Biar sayurnya kupanasi dulu.”
“Mukaku baik-baik saja.”
“Tentu … Tentu … Ya sudah …”

Win tetap pergi ke kamar mandi, sementara Del ke dapur. Di dapur Del berpikir-pikir untuk meredakan Win, mengambil hatinya. Tak lama kemudian Del tersenyum simpul. Tapi entah oleh sebab apa, kemudian mata Del memicing. Ditengokkannya kepala menatap cermin kecil di atas wastafel. Ia berjalan mendekat ke cermin. Disibakkannya rambutnya. Dipahaminya bahwa wajahnya elok dan dipahaminya bahwa di balik keelokan itu ada dua potensi yang sama kuatnya, salah satunya adalah maut. Perlahan namun pasti, senyumnya menghilang dan menghilang sama sekali. Ia melirik ke arah rak peralatan, di situ juga digantungkan beberapa pisau. Seakan bukan pikiran yang menggerakkan, tangan Del terulur mengambil salah satu pisau; favoritnya sebab tajamnya dan itu hadiah Win, oleh-oleh dari pelosok.
“Ada telor dadarnya?”

BLESSS …

Darah mengucur di lantai keramik putih.


didotklasta
medio 2000an


Comments

Popular posts from this blog

WIT … WITAN PLASTIK (naskah pertunjukan)

MIMPI BURUK ROCK (gaya) INDONESIA

SEBUNGKUS PUISI-PUISI HUJAN