Terjemahan Puitik 10 Lagu Bob Dylan, oleh Didik KB

Banyak orang tahu Guns N’ Roses, tapi tidak sebanyak itu yang tahu Bob Dylan. Kemungkinan besar tidak sebanyak itu juga yang tahu bahwa Knockin’ On Heaven’s Door bukanlah karya grup rock California yang berdiri tahun 1985 itu, melainkan karya tahun 1973 oleh musisi folk yang album debutnya dirilis tahun 1962; Bob Dylan.
Bob Dylan adalah salah satu penulis lagu terbaik sepanjang masa. Penulisan lirik-liriknya menerapkan semacam pendekatan baru yang memperlakukan lagu sebagai puisi. Tradisi musik Amerika baik folk, country maupun blues mengembangkan sifat bertutur dalam lirik lagu. Bob Dylan meniupkan roh puitik dalam narasi-narasi tersebut.
Kekuatan penyampaian seperti itu, berpadu dengan bobot komentar dan kritik sosial dalam lagu-lagunya, membuat Bob Dylan menempati posisi yang sangat khas dan peran yang sangat influential dalam dunia musik pop. Amalgamasi kekuatan kepenyairan dan musikalitas Bob Dylan ini membawanya pada penghargaan Nobel untuk sastra pada tahun 2016.

Berikut ini terjemahan puitik dalam Bahasa Indonesia 10 lagu Bob Dylan dari 2 album pertamanya, Bob Dylan (1962) dan Freewheelin’ (1963), oleh Didik KB Harimurti.


KEPADA ANGIN
Dari Blowin’ In The Wind, album Freewheelin' (1963)

Berapa banyak jalan mesti ia lalui
Sebelum kau menyebutnya manusia?
Berapa banyak lautan mesti dilayari
Sebelum ia pulas di pasir pantai?
Berapa banyak peluru meriam mesti bersiuran
Sebelum dihentikan selamanya?
Jawabnya kawan, terbang bersama angin
Jawabnya tertiup angin

Berapa banyak tahun gunung tetap mengada
Sebelum luruh tergerus dalam samudra?
Berapa lama orang-orang harus bertahan
Sebelum dibolehkan menjalani kebebasan?
Berapa banyak kali orang dapat berpaling
Pura-pura tak melihat apa-apa?
Jawabnya kawan, terbang bersama angin
Jawabnya tertiup angin

Berapa banyak kali orang harus mendongak
Untuk bisa melihat langit?
Berapa banyak telinga harus dipunya
Untuk dapat mendengar jerit-tangis sesama?
Berapa banyak kematian dikorbankan
Agar tahu bahwa terlalu banyak orang mati?
Jawabnya kawan, terbang bersama angin
Jawabnya tertiup angin


MAJIKAN-MAJIKAN PERANG
Dari Master Of War, album Freewheelin’ (1963)

Hallo majikan-majikan perang
Kau yang mencipta persenjataan
Kau yang merancang pesawat kematian
Kau yang membikin semua bom
Kau yang sembunyi di balik dinding-dinding
Kau yang mengelak di balik meja-meja

Ku hanya ingin kau tahu
Aku dapat melihatmu menembus topeng itu
Kau yang tak pernah membangun apapun
Tapi menghancurkan apapun
Bermain-main dengan dunia dan hidupku
Seperti bermain dengan mainan-mainan kecilmu
Kau letakkan senjata di tanganku diam-diam
Dan berlari sejauh-jauhnya saat peluru melesat

Seperti Yudas syahdan, kaulah pembohong licik
Menipuku untuk percaya dengan peperangan
Tapi kutahu perang dunia tak bisa dimenangkan
Itu kulihat melalui matamu
Kulihat melalui benakmu
Seperti kulihat pada air yang mengalir di selokan

Kau buka kunci pelatuk
Untuk yang lainnya biar menembak
Lantas kau mundur dan menonton
Saat angka kematian meningkat pesat
Saat darah orang-orang muda muncrat menyekujur tubuhnya
Saat tubuh-tubuh kaku terbenam di lelumpuran
Kau sembunyi di istanamu

Telah kau sebar ketakutan terburuk yang tak pernah dapat dihadapi
Sejenis ketakutan untuk membawa anak-anak ke dalam dunia
Hanya untuk tersia-sia
Tak terlahir tak bernama

Kau setakbernilai darah yang mengalir di nadi-nadimu
Tak banyak yang kutahu untuk mengepalkan perubahan
Kau bisa bilang aku hanya anak bawang
Kau bisa bilang aku tak berpendidikan
Tapi satu hal pasti kutahu meski aku lebih muda darimu
Bahkan Yesus
Tak bakalan memaafkan perbuatanmu

Biar kutanyakan satu hal
Apakah uangmu sehebat itu?
Bisakah membelikan maaf buatmu?
Kupikir nanti akan kau temukan jawaban
Saat lonceng kematianmu dibunyikan
Bahwa semua uangmu
Tak akan bisa membeli kembali jiwamu

Dan kuharap kau mati
Dan kematianmu bakal segera
Akan kuikuti iringan kerandamu di siang yang muram
Akan kunikmati mayatmu saat kau diturunkan ke dasar kubangan kematian
Dan aku akan tinggal mengitari kuburmu
Hingga kuyakin benar kau benar-benar mati

 

BLUES KERETA BARANG
Dari Freight Train Blues, album Bob Dylan (1962)

Kulahir di sudut dekil kota Dixie
Hanya gubuk kecil pinggir rel kereta api
Kereta barang mengajariku cara menangis
Ninabobo-ku senandung masinis

Begitulah, ku punya sebuah blues kusam
Mendekam di dasar sepatuku yang bulukan
Peluit berbunyi ku harus pergi, tahukah Sayang?
Aku tak kan pernah kehilangan blues kereta barang

Ayahku si pemadam api, ibuku si tua itu
Anak satu-satunya si tukang mesin yang bau
Dan gadisku mencintai si tukang rem yang baik
Beginilah cara membangkrutkan orang baik-baik

Begitulah, ku punya sebuah blues kusam
Mendekam di dasar sepatuku yang bulukan
Peluit berbunyi ku harus pergi, tahukah Sayang?
Aku tak kan pernah kehilangan blues kereta barang

Satu-satunya hal yang membuatku selalu tertawa lagi
Itu nguing peluit dari kereta Selatan
Tiap tempat ku ingin datangi, tapi aku tak bisa pergi
Sebab aku hanya pengalun blues kereta barang

 

UNTUK PARA PENENTANG
Dari Song To Woody, album Bob Dylan (1962)

Jauh jauh dari sini
Ku jauh ribuan mil dari rumah ini
Menapaki jalan rompal zaman ke zaman
Sepanjangnya manusia telah berjatuhan
Kulihat duniamu
Tentang orang-orang dan segala sesuatu
Kaum petani, kalangan jelata
Juga para pangeran dan raja-raja

Wahai Woody Guthrie
Kubikin ini tembang buatmu
Tentang dunia lama yang lucu
Hingga kini masih saja sama belaka
Sakit, lapar, lelah, berduka
Nampak sekarat, beban berat dipundaknya

Wahai Woody Guthrie
Namun kutahu engkau tahu
Segala yang kukatakan terus kunyanyikan
Belum cukup juga walau kuulang-ulang
Sebab tak banyak penutur kehidupan
Melakukan seperti yang kau lakukan

Ini pun untuk Cisco, Sony dan Leadbelly
Dan semua pemberontak sejati
Ini untuk hati dan tangan manusia perindu
Datang berdebu pergi bersama angin lalu
Kupergi esok tapi bisa juga hari ini
Suatu tempat ujung jalan itu kapan nanti
Hal terakhir ingin kusampaikan, Kawan
Ku juga menempuh itu jalan kesunyian

 

BLUES BOB
Dari Bob Dylan’s Blues, album Freewheelin' (1963)

Begitulah, Lone Ranger dan Toto
Berkuda turun ke jalan
Membereskan persoalan orang-orang
Persoalan orang sekali lagi,
kecuali persoalannya sendiri
Begitulah, seseorang harus memberitahunya
Bahwa aku baik-baik saja

Wahai kau perempuan lima dan sepuluhan sen
Tanpa apapun di tanganmu
Telah kudapatkan galon minum sejati;
ya aku jatuh hati
Dan betapa, akan kucintai sampai nanti mati
Maka pergi dari pintu dan jendelaku
Sekarang juga

Aku tak akan ke sirkuit balap
Untuk tak melihat ada mobil balap
Aku tak punya mobil balap
Dan peduli setan mau punya atau tidak
Aku dapat jalan kaki berkeliling kapan saja

Angin berhembus mengelusku
Bolak-balik menyusur trotoar
Dengan topi di tangan
Boot di kaki
Hati-hati agar kau tak melanggarku

Lihat ke sini teman
Kau ingin seperti diriku
Kokang shootgun-mu
Rampok tiap bank yang kau temukan
Bilang pada hakim;
aku yang bilang itu bukan kejahatan
Ya! Bukan kejahatan

 

SEPANJANG JALAN
Dari Down The Highway, album Freewheelin' (1963)

Menyusuri jalan raya terhempang
Dengan koper di tangan
Sungguh kurindu padamu Sayang
Jauh-jauh di tanah seberang

Jalan-jalan kecilmu kian hampa
Jalan rayamu kian meraya
Bagaimana aku mampu mencinta
Jika hanya akan membunuhku saja

Aku telah jadi penjudi lama sekali
Dan tak bisa kalah lebih banyak lagi
Sekarang aku kalah lagi seperti tempo hari
Kumohon jangan ambil sepatuku ini

Aku sedang menuju keberuntungan
Ataukah cuma menjemput kematian
Temui aku di tengah lautan
Kita tinggalkan ini jalan raya tua sialan

Laut mengambil anakku
Anakku mencuri hatiku
Dikemas dalam haru-baru
Lantas dibawanya ke negeri baru

Begitulah, kususuri jalan raya terhempang
Hanya sejauh pandang mataku rawan
Dari jembatan Golden Gate megah menawan
Semua jalan menuju Patung Dewi Kebebasan

 

MIMPI MELANKOLI
Dari Bob Dylan’s Dream, album Freewheelin' (1963)

Melaju kereta arah Barat
Ku pulas butuh istirahat
Bermimpi tentang gundah-gulana
Seputar diriku sendiri dan beberapa teman pertama

Dengan mata berat kutatap sebuah ruangan
Tempat aku dan kawan-kawan melewatkan hari
Bersama melalui banyak badai kehidupan
Tertawa bernyanyi hingga menjelang pagi

Dekat pendiangan tua topi-topi kami tergantung
Kata-kata terucap, lagu-lagu dinyanyikan
Mengalir saja tak untuk apa-apa dan kami gembira
Bercanda mempercakapkan dunia luaran sana

Dengan hati lapar menembus musim-musim
Tak pernah terlalu berpikir bahwa kami bisa jadi begitu tua
Kami mengira bisa duduk-duduk saja selamanya dengan suka
Dan peluang kami sungguh-sungguh satu banding sejuta

Semudah itu menyebut hitam dari putih
Semudah itu mengatakan salah dari benar
Dan pilihan kami sangat sedikit
Dan peruntungan meragukan
Akankah perjalanan sejalan ini tak berpisahan?

Tahun-tahun berlalu pergi
Para penjudi kalah menang kalah menang
Berapa banyak jalan mengambili kawan pertama
Hingga tiap-tiap mereka tak ku tahu lagi

Kuberharap, namun dengan sia-sia
Kapan persis di ruangan itu lagi duduk-duduk kita
Ini beberapa uangku bersama bantingan topi
Dengan senang hati asal hidup bisa macam itu lagi

 

KOTA YANG DILAHIRKAN OLEH PERBUDAKAN
Dari Oxford Town, album Freewheelin' (1963)

 Oxford ... Kota Oxford
Setiap orang menundukkan kepala
Matahari tak menyinari tanahnya
Tidak di Oxford kota

Ia pergi ke sana
Senjata dan gerombolan mengikutinya
Semuanya, sebab wajahnya coklat
Minggat kau, minggat!

Kota Oxford di tikungan
Mau masuk, di pintu tertulis larangan
Semua sebab warna kulitnya
Apa yang kau pikir tentang itu Saudara?

Aku dan galon minumku, galon anakku
Kami bertemu dengan bom gas airmata
Bahkan ku tak tahu kenapa kami di sini
Hanya kembali ke tempat asal kami

Oxford selepas siang
Orang-orang bernyayi duka dan muram
Dua lelaki mati di bawah rembulan Mississippi
Seseorang harus segera mengusut kekejian ini

Oxford ... Kota Oxford
Tiap orang menundukkan kepala
Matahari tak menyinari tanahnya
Tidak di Oxford kota

 

TAK BAIK-BAIK SAJA
Dari A Hard Rain’s A-Gonna Fall, album Freewheelin' (1963)

Di mana kau, mata biru buyungku?
Oh di mana, belia sayangku?

Kurambah gunung-gunung berkabut
Berjalan dan merangkaki jalan-jalan berliku
Melangkah di tengah belantara sedih
Aku ... Di depan semua samodra mati
Ribuan kilo dari nganga pekuburan
Dan ini berat nian
Kutahu hujan deras akan datang

Apa yang kau tatap, mata biru buyungku?
Oh apa yang kau tatap, belia sayangku?

Kulihat orok merah dengan serigala-serigala liar mengelilingi
Kulihat jalan raya dari permata tiada orangnya
Kulihat ranting hitam dengan darah menitik-nitik
Kulihat ruangan penuh lelaki dengan martil berlumur merah
Kulihat tangga putih diliputi air
Kulihat para tukang cakap berlidah patah
Kulihat senapan dan pedang tajam di tangan si ingusan
Dan ini berat nian
Kutahu hujan deras akan datang

Apa yang kau dengar, mata biru buyungku?
Oh apa yang kau dengar, belia sayangku?

Kudengar suara guntur, menggelegarkan peringatan
Kudengar gemuruh ombak dapat menggulung dunia
Kudengar seratus pemain drum dengan tangan berkobar
Kudengan 10 ribu bisikan dan tiada yang menyimak
Kudengar seorang kelaparan, orang-orang tertawa
Kudengar lagu penyair mati di selokan
Kudengar lolong badut menangis di lorong
Dan ini berat nian
Kutahu hujan deras akan datang

Siapa yang kau temui, mata biru buyungku?
Oh siapa yang kau temui, belia sayangku?

Kujumpai anak di sisi kuda kecil mati
Kujumpai orang kulit putih berjalan dengan anjing hitam
Kujumpai perempuan muda dengan tubuh membara
Kujumpai gadis remaja memberiku pelangi
Kujumpai lelaki berluka cinta
Kujumpai lelaki lain berluka benci
Dan ini berat nian
Kutahu hujan deras akan datang

Apa yang akan kau lakukan, mata biru buyungku?
Oh apa yang akan kau lakukan, belia sayangku?

Ku mau kembali ke sebermula hujan
Menembus kedalaman rimba hitam paling dalam
Di mana ada banyak orang dan tangan mereka kosong
Di mana bulir racun mengaliri air mereka
Di mana rumah bukit bertemu penjara lembab dan kotor
Di mana wajah eksekutor selalu rapi tersembunyi
Di mana kelaparan adalah menjijikkan dan jiwa terlupakan
Di mana hitam adalah warna dan kosong adalah angka
Dan aku akan menghirupnya, memikirkannya,
mengutarakannya, menceritakannya
Memantulkannya dari gunung semua jiwa melihatnya
Lantas aku berdiri di permukaan laut sampai tenggelam
Tapi ku akan mengerti laguku dengan baik
sebelum ku mulai bernyanyi
Dan ini berat nian
Kutahu hujan deras akan datang

 

TENTANG KOTA BESAR
Dari Talking New York, album Bob Dylan, 1962

Menghambur ke daerah Barat yang liar
Tinggalkan kota tercinta tak berhingar-bingar
Kukira telah lihat segala sukses - sengsara
Sampai akhirnya tiba di ini kota
Banyak orang terpuruk di tanah
Banyak gedung menjangkau langit megah

Di New York saat musim dingin
Angin bertiupkan salju sekeliling
Berjalan tanpa tujuan
Orang bisa beku hingga tulang
Dan aku menggigil hingga tulang
Koran kota menulis berita
Ini terdingin sejak tujuh belas tahun sebelumnya
Dan aku tak pernah lebih dingin sesudahnya

Kuraih gitarku tua
Meloncat ke kereta bawah tanah kota
Menggelinding, terayun, terseok sepanjang jalan
Tibalah di pusatnya keramaian :
Hingar-bingar, selamat datang!

Ku berjalan ke sana dan berhenti
Sebuah kedai kopi di blok ini
Naik ke panggung dengan gitarku
Menyanyi barang sesuatu lagu
Seseorang menepuk berkata :
Datanglah lagi kapan saja
Itu tadi macam nyanyian dusun
Di sini kami butuh penyanyi dusun

Yah, kuambil harmonika
Ini waktunya bekerja
Memompa paru-paru wa wa wa
Sedollar sehari upahnya
Kutiup dan kutiup penuh tenaga
Seseorang bilang suka suara kupunya
Terus meracau bahwa ia suka
Sedollar seharinya
Lumayan juga

Setelah berminggu-minggu
Kudapat kerja baru
Lebih besar tempatnya
Demikian pula duitnya
Bahkan kuikut perserikatan
Dan wajib bayar iuran

Kini ...
Ada kubaca perkataan mirip nabi
Bahwa mereka merampokku secara perlente
Tak butuh waktu untuk tahu
Apa maksudnya dengan perkataan itu
Banyak orang di meja makan
Tak punya cukup makanan
Tapi ada banyak pisau dan garpu
Dan mereka mesti terus merajangi sesuatu

Maka suatu pagi
Kumenghambur pergi dari big city ini
Merenggut tabir penglihatan
Menampak telanjang kenyataan
Tak lagi bernapsu-napsu
Pada langit Barat menawan palsu
Selamat tinggal New York kejam
Hallo harapan!

 

Comments

Popular posts from this blog

WIT … WITAN PLASTIK (naskah pertunjukan)

MIMPI BURUK ROCK (gaya) INDONESIA

SEBUNGKUS PUISI-PUISI HUJAN