PERUBAHAN TAK MENYENANGKAN; renungan tentang sekeping Australia

Walau tidak di pantai, suatu pagi aku merasa santai. Istri di kampus, anak di sekolah, pekerjaan daring sedang tidak mengejar-ngejar, kudapati diriku teronggok di pojok fitness lapangan rumput bernama Bruce Lee.

Seorang lelaki misterius sedang melakukan meditasi sambil berjalan keliling lapangan tanpa peduli situasi, kadang tersenyum-senyum atau bicara sendiri.

Setelah mengucek-ucek mataku memastikan kakinya menyentuh tanah, kemudian aku melamun sambil bersila dan bergaya melakukan gerakan-gerakan yoga. Sebelumnya aku mengantar anakku ke sekolah. Kami tinggal di Beaconsfield, sekolahnya ada di Hilton, 15 – 20 menit bersepeda. Setelah melepasnya di gerbang sekolah, aku memutuskan untuk tidak langsung pulang. Aku berkeliling-keliling dulu melihat perkembangan kenyataan sekaligus menjaga kebugaran.

Rumah kontrakan kami terakhir di L Place, Hilton 5 tahunan lalu masih sama. Bekas lemparan telor mentah di pintu garasi yang dulu jadi studioku masih ada bekasnya sedikit. Taman Grigg persis di seberangnya sudah ditata lebih asri lagi. Dulu orang-orang Aborijin selalu lalu-lalang di depan rumah. Hilton pernah memiliki komunitas indijenus cukup besar. SD. Hilton dulu memiliki murid-murid Aborijin dengan jumlah yang signifikan. Sekarang aku tak menjumpai mereka lalu-lalang dengan teriakan-teriakan pahitnya yang khas. Jumlah murid indijenus di SD. Hilton juga menurun drastis.

Perumahan-perumahan subsidi pemerintah yang ada di Hilton semakin banyak dikurangi, diratakan dengan tanah untuk kemudian - tentu saja - dinegosiasikan dengan pebisnis. Kepentingan sosial dan publik digerus kepentingan komersial dan privat. Keluarga-keluarga Aborijin yang hidupnya sudah dimarjinalkan oleh sistim terpaksa menyingkir ke daerah pinggir yang jauh karena kehidupan semakin mahal. Dan rumah-rumah baru klas menengah bermunculan dengan aneka rancangan arsitektur keren. Aku dengar untuk membangun rumah di Australia membutuhkan uang dengan jumlah fantastis – ini setelah kau berhasil mendapatkan sebidang tanah yang untuk membelinya perlu uang dengan jumlah fantastis. Aku heran, di satu sisi banyak orang mengeluhkan situasi ekonomi yang berat, di sisi lain pembangunan berlangsung meriah, mobil-mobil bagus dan besar memenuhi jalan. Atau tak perlu heran?

Aku meluncur melewati supermarket yang sudah tak ada dan sedang akan diganti oleh supermarket lain. X adalah jaringan super market yang berkarakter lokal. Mereka merespon kebutuhan warga setempat,memiliki bahan pangan segar yang berkualitas dan membangun hubungan suplai dengan petani-petani setempat. Banyak dari pengunjungnya adalah pelanggan yang dari waktu ke waktu membangun hubungan baik dengan para kasir. Tapi walaupun X perusahaan sangat besar tetap akhirnya digusur oleh perusahaan yang lebih besar lagi; super market Z, yang kurang disukai karena lebih banyak menjual produk-produk pangan olahan dan tidak berwawasan lokal. Dalam kapitalisme, bahkan seorang kapitalis tak bisa menjamin apakah mereka bisa bertahan dengan bisnisnya, apalagi masyarakat indijenus.

Dari Hilton mengikuti jalan raya Selatan turun ke Barat memasuki wilayah Beaconsfield. Aku menengok rumah kontrakan kami pertama di C Street. Dulu itu rumah tua yang dinding keramiknya suatu ketika berjatuhan, sekarang sudah menjelma jadi rumah mewah! Karena tak mampu secara keuangan, kami berbagi kontrak dengan seorang teman; ibu tunggal mantan komunis dengan satu anak remajanya. Keluargaku dan keluarganya sama-sama gila, tapi ternyata tak bisa sama-sama - ini cerita klise lain.

Seperti halnya Hilton, Beaconsfield adalah daerah yang secara demografi dulunya berwarna-warni, terdiri dari kaum biasa dan memiliki cukup banyak perumahan bersubsidi. Namun sekarang perumahan-perumahan sosial ini diruntuhkan dimana-mana. Dan banyak keluarga Aborijin yang tinggal di perumahan sosial karena dimiskinkan oleh pembangunan.

Dimana-mana di dunia ini, kalangan miskin selalu dituding sebagai sumber masalah lingkungan. Mabuk, mencuri, mengganggu ketentraman dan ketertiban, jorok, kasar … Tentu saja kalangan penuding ini tidak miskin. Mereka adalah kalangan menengah yang hipokrit karena diuntungkan oleh sistim dan mengelak bahwa keuntungan mereka butuh pengorbanan kalangan yang dimiskinkan ini, dan menuding kaum miskin adalah penyebab masalah, padahal kekacauan di kalangan orang miskin disebabkan oleh kehidupan mereka yang dikorbankan untuk kenyamanan kelas-kelas di atasnya. Dan seperti Hilton, rumah-rumah baru yang bagus juga dibangun di Beaconsfield, dengan aneka rancangan arsitektur keren.

Ada yang hilang di lingkungan ini. Sesuatu yang menohokkan rasa kehilangan kuat, sekaligus menyeruakkan rasa asing, sekaligus menggumpalkan rasa protes. Sepedaku, maksudku sepeda adik iparku, meliuk ke taman di belakang sebuah kompleks PAUD tempat anakku dulu ‘sekolah’. Kudengar celoteh riuh anak-anak kecil sedang bermain. Dari samping kompleks kulihat beberapa dari mereka sedang duduk seperti para minion yang imut-lucu sedang rapat heboh membahas absurdnya hidup kaum dewasa.

Aku mengingat teman-teman anakku dulu, ingat guru-gurunya, ingat kepala sekolahnya; Bu M yang sangat baik, yang berusaha keras memastikan supaya kami mendapat subsidi pembayaran ongkos. International Early Learning Centre, B, demikian namanya. Ada kata ‘international’ dalam namanya, sebab fasilitas ini dulu-dulunya dikembangkan oleh komunitas untuk mendukung kebutuhan keluarga-keluarga imigran yang mencari hidup di Australia. Tetapi sekarang di pekarangan depannya terpasang papan nama besar dengan tulisan F Early Learning Centre, tanpa ‘international’, nama yang tak memiliki hubungan dengan sejarah sosial PAUD tersebut, nama baru yang bisa jadi membuat orang lupa tentang asal-muasal dan semangatnya.

Begitulah perubahan kenyataan. SD. Hilton tak lagi diramaikan dengan anak-anak indijenus dan para orangtua mereka karena sistim kehidupan memang menyingkirkan mereka. Dan PAUD itu kehilangan keimigranannya. Banyak hal menjadi sama, karena yang lain menghilang sebab dihilangkan. Monotonsi modernitas yang hiruk-pikuk secara sunyi dan problematis. Orang yang melakukan meditasi dengan jalan keliling lapangan tadi ternyata sudah tak ada. Apakah dia moksa? Ah ... Kupikir aku harus menghentikan lamunanku, dan mengayuh pulang untuk sepotong roti panggang.


Beaconsfield, 2 Desember 2021

Comments

Popular posts from this blog

WIT … WITAN PLASTIK (naskah pertunjukan)

MIMPI BURUK ROCK (gaya) INDONESIA

SEBUNGKUS PUISI-PUISI HUJAN