GITA CINTA PRA SMA DAN SEKITARNYA (kenangan terindah)
![]() |
Bangunan SMP N 1 Salatiga jaman dulu kala. |
(http://www.youtube.com/watch?v=POydN8X1GSY), bahkan kalau saja tak ada kabar-kabar patah leher dari berbagai pelosok dunia, mungkin aku akan sudah agak menguasai jurus head spin. Terus kepalaku kucukur semi Mohawk dengan tak lupa berpernak-pernik pines, peniti, rantai atau klip kertas, yang merupakan campuran snob korban filem Mad Max dan poto-poto band punk di kover kaset dan majalah remaja Hai. Terus pingin punya celana (panjang) jins, pingin sepatu diadora, pingin boleh bebas killing-kliling kota naik yamaha bebek V80 bapakku… dan xtycgrtjkdblubblubblubcrotcrotcrot sejenis itu. Tapi sayangnya aku tak ikut genk sepeda 8-( karena tak punya sepeda dan tak cukup bernyali baku-hantam jalanan, dan sebagai hiburannya kalo aku berangkat sekolah digonceng temenku yang anggota genk sepeda, sepanjang jalan Kartini yang rindang asri dadaku pun jadi lumayan membusung sementara kepalaku glelang-gleleng kementhus plus ada merasa banyak temen-temen sekolahku yang cewek memandang dengan kagum. Padahal baru nggonceng! Bayangkan kalau aku naik sepedaku sendiri dan menyalip temen-temen cewekku saat berangkat sekolah sambil beratraksi ‘standing’ (‘standing’ adalah istilah untuk sebuah tekhnik dari motocross dimana kita naik sepeda secara ban depannya diangkat, makin jauh makin top). Ini memang gampang terdeteksi untuk cewek remaja kota kecil ini yang tak ketinggalan jaman sebab genk BEONK itu sepedanya bercat merah dan putih. Tapi hal ini tak ada hubungannya dengan indonesia raya jaya, apalagi kepanjangannya kalau tak salah lumayan memusingkan : Becik Ekonomine Olehe Nandang Kekancan. Waktu itu cara kami untuk patriotik adalah upacara bendera tiap senin dengan aras-arasen, mendengar kotbah guru PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) dengan ngantuk dan mendukung tim badminton Uber Cup – Thomas Cup dengan penuh antusias.
Dan ngomong-ngomong soal rokok, rokokku saat SMP pada dasarnya berkisar antara Djarum filter dan Bentoel Biru. Bentoel Biru lebih kusuka karena kupikir saat itu lebih bergaya, semua anak keren yang ngerokok, ngerokoknya Bentoel Biru. Biasanya aku merokok di malam minggu sambil jalan-jalan bersama teman-teman. Tak sedikit teman sekolahku yang sudah berpacaran dimalam minggu. Tapi aku dan teman-teman main sekampung secara umum cuma membicarakan, tepatnya menggantang asap, tentang cewek gacoan masing-masing atau tentang enaknya pacaran atau khayal-khayal pecinta monyet platonic seperti itu, kecuali satu orang dari kami yang sangat ganteng, tinggi, ikut binaraga di klub PANCANAKA kepunyaan Atek sang bintang filem Yohana (dimana salah satu lokasi sotingnya adalah daerah umbul Senjoyo selatan Salatiga dan Mbah Kalimi sang penemu mesin pemecah kedelai yang legendaries itu kata cucunya yang merupakan temanku juga ikut main jadi pekatik - tukang mengurusi kuda) dan aktif dalam dunia modelling dan kurang aktif nongkrong sama kami sebab sudah mulai jadi remaja sibuk acara.
Ah, sebetulnya tak sekhayal itu juga. Sejujurnya aku memang
naksir berat sama Dyah UK kurang lebih bagai Ebiet G Ade sama Camelia. Tapi
seingatku, dia sesungguhnya juga naksir, bahkan lebih berat, sama aku. Selain
bahwa menurutku ia cenderung selalu berusaha menyentuh-nyentuhkan sikunya ke
sikuku saat kami duduk sebangku misalnya, seingatku bahkan aku sampai merasakan
semacam ‘energi saling mencari’ antara aku dan dara jalan Raden Patah itu saat
kami diperkambingkan oleh orde baru harus bareng-bareng satu sekolah nonton
filem Pengkhianatan G 30 S / PKI versi suharto orba tentara golkar yang sejak
waktu itu bagiku sudah terasa membosankan tapi mungkin lebih karena terlalu
banyak adegan monoton dan kurang action atau hal-hal yang berbau seks dan
memang siapa dari kami yang peduli dengan sejarah politik tanpa gaya itu? Dan
di gedung bioskop kami sama-sama duduk di kelas 2 namun secara terpisah cukup
jauh sementara situasi crowditnya tak memungkinkan untuk mengusahakan
ketidaksengajaan hingga bisa duduk berdekatan. Jadi seakan dalam bisu kami
sesungguhnya saling mencari sambil memanggil-manggil. Hubungan manis latent ini
diperkuat lagi dengan kesaksian temenku di suatu siang panas liburan saat kami
sedang memasak seekor derkuku di belakang rumah Mbah Lego; “Dia itu naksir kamu
lho Be. Mbok kamu bikin surat terus kamu kasih potomu …” aku cuma diam
tercenung sambil mengempak Bentoel Biru dalam-dalam bergaya serasa hidupku
demikian kental. Hufffffssss …
Penghujung SMP keluargaku pindah rumah dari Kampung Baru
Kalitaman ke bagian Utara Salatiga, tepatnya daerah Bancaan Lor persis sebelah
selatan bong cina. Seiring dengan itu aku akhirnya berhasil juga bergabung
dengan sebuah genk, tapi bukan genk sepeda meskipun banyak anggotanya yang ex
genk sepeda, khususnya BEONK. Namanya : COMANCHE, bermarkas di rumah dinas
kantor pajak atau semacam itulah di jalan Mbringin atau Patimura seberang Hotel
Kaloka. Comanche adalah salah satu suku Indian amerika utara yang seperti
suku-suku lainnya digenocide oleh kolonial kulit putih, tapi genk kami tak ada
hubungannya dengan kolonialisme di benua amerika atau dimanapun, cuma sayang
kepanjangannya aku lupa.
Nah suatu pagi aku jalan dengan dengan teman kampung yang
juga anggota Comanche. Dia jago skateboard, punya dua, dan aku dipinjami satu.
Aku sendiri seumur-umur baru pagi itu memegang skateboard. Jadi sementara
temanku beraksi penuh gaya di tengah cewek-cewek remaja yang jalan-jalan pagi,
aku cuma jalan ngungun memegangi skateboard dari Ngebong, lapangan Ngebrak,
Kemiri, Kauman, jalan Diponegoro sampai akhirnya tiba di depan Korem 073 Makutarama
dengan perasaan setress mati gaya tak karuan. Dan WOW …
Munculah Dyah U K … secara luar biasa … di atas sepeda
jengki-nya … dari jalan sebelah gereja tua.
Seorang temanku satu genk tak sekolah yang dikelak kemudian
hari jadi preman lumayan dan sejujurnya punya semacam kegantengan jalanan
mencoba membajul gacoanku, aku cuma termangu sambil terus seperti lengket
memegangi skateboard bangsat itu sampai kemudian ternyata ia sudah mendekatiku,
tersenyum manis sekali dan berkata; “Be, kugonceng yuk …” Dan … Aku menjawab
dengan salah satu kalimat pendek terbodoh yang pernah kuucapkan hingga 43
umurku ini.
Maka yaaa Tuhan yang maha smaradahana … Sampai mau masuk
SMA, rasa malu membuatku tak pernah sanggup menyatakan apa-apa tentang ini
rasa. Dan lantas kami meneruskan ke sekolah yang berbeda. Dan komunikasi pun
tertiup angin sunyi kemarau. Dan apakah ada yang perlu disesali dari sebuah
romansa gita cinta monyet remaja?
nantikan petualangan berikutnya
Fremantle February 05 2013
Comments
kangen juga sama kota kecil salatiga, dan anak2nya...heidar cs msh disana ga ya?
Sepatu yg keren merk FILA,pas di gaya dan harga buat breakdance
Dyah UK, iku sopo sih? yen pancen ayu...aku pasti waktu kuwi melu naksir meskipun diam2.....????????? angkatan masuk 85kah di SMPN 1 salatiga ?