Posts

AKU ADALAH KEBUSUKAN (puisi, racauan)

Image
Puisi yang saya bacakan saat pembukaan pameran saya 'THEY KILLED THEM', pembasmian komunis di Indonesia 1965, seri ketiga di Moores Contemporary Art Gallery, Fremantle Perth Australia Jumat 16 Januari 2015. Penampilan ini merupakan kolaborasi dengan SinLex electrosoundmachine. Poto karya silahkan ditengok di  http://www.didotklasta.com/work-karya/#/art-projects-on-65/ Aku datang dari segelap-gelapnya kegelapan. Kedalaman relung-relung dingin, lembab, busuk … hati manusiamu. Aku menggerogoti jiwamu. Bercampur darah hitam terbakar merah. Menggelegak … Berbuih … Mendidih … Berkobar ... Panas menjalari pelosok tubuhmu. Jadi gumpal-gumpal api di kepalan tangan-tanganmu … Angkara Aku datang dari segelap-gelapnya kegelapan. Menjelma orang-orang bermata buas. Di atas truk-truk hitam tak dikenal dengan geram mesin bagai seringai mimpi buruk terjaga nanap. Mendatangi mereka di tengah malam jahanam. Berangkat dalam diam menuju ide-ide kekerasan di kepalamu. Dan mereka berdoa pada tu

SEBATANG POHON [pengantar pameran seni rupa]

Tulisan pengantar untuk pameran senirupa dalam Festival Mata Air 4 ½ 2010. Syahdan ada lomba naskah drama bertema ‘KDRT’. Ada lagi buku antologi puisi ‘lumpur Lapindo’. Ada pula album campur sari koplo all stars ‘Contrenglah Si Gembur!’. Dan ini kali ada pameran seni rupa ‘lingkungan hidup’ dalam Festival Mata Air 4 ½ di Kampung Seni Lerep Ungaran yang diselenggarakan oleh komunitas aktifis pelestarian lingkungan Salatiga, Tanam Untuk Kehidupan. Ulasan kuratorial tekhnis merupa-ria bukan kompetensi saya, maka tulisan ini sekedar corat-coret alakadarnya yang mencoba mengantar apresiasi publik lewat sorotan fenomena ‘karya (fiksi) dalam rangka’, khususnya bidang seni rupa dan hubungannya dengan fakta dari issu yang di angkat. Pernah dalam sebuah diskusi sekenanya muncul sodoran (yang masih perlu diuji validitasnya); “Visualisasi masalah lingkungan yang cenderung menampilkan obyek/tema seputar pohon” Debat pun terjadi. Sini berpendapat bahwa wilayah lingkungan hidup sangat luas dan

KOTA OXFORD [terjemahan lirik lagu Bob Dylan]

Image
Dari album Freewheelin' (1963) Oxford ... Kota Oxford Setiap orang menundukkan kepala Matahari tak menyinari tanahnya Tidak di Oxford kota Ia pergi ke sana Senjata dan gerombolan mengikutinya Semuanya sebab wajahnya coklat Minggat kau, minggat ! Kota Oxford di tikungan Ia mau masuk, di pintu tertulis larangan Semua sebab warna kulitnya Apa yang kau pikir tentang itu Saudara ?

AKU DAN PEMILU, SEJAUH INI (kenangan terindah)

Image
Dari mulut gang ke Asrama yang diapit oleh pagar tembok tua gedung SKP (Sekolah Ketrampilan Putri) dan warung rujak – lotek Bu K, aku melihat T nampak gagah penuh energi dengan jaket hijau doreng kuning hitam dalam derap langkah barisan simpatisan PPP dari arah kolam renang Kalitaman naik menuju Jalan Pemuda sambil menyanyikan lagu Pring Reketeg Gunung Gamping Gempal, sementara di lapangan bola Tamansari berseberangan dengan bundaran tugu jam seorang tentara muda mengisi magasin senapan otomatisnya di dekat pohon kamboja. Demikian dua kelebatan memori samar tentang pemilu masa kecilku di kota kecilku Salatiga. T waktu itu sudah menjadi remaja setengah pemuda. Si hitam wajah jawa anak dari keluarga miskin di kampung Krajan, bapaknya penarik becak, kakak tertuanya penarik becak, kakaknya yang nomer dua penarik becak, dia sendiri sebelum menjadi pelatih tenis top adalah penjaga bola, namun aku lupa apakah sebelum jadi penjaga bola dia juga menarik becak. Aku mengenal T sebab dia melat

DARI BOB DYLAN, TENTANG DR. KING, GANDHI, YESUS HINGGA JUTAAN TAK BERNAMA

Image
Berikut ini renungan ringan saya yang jadi pengiring pameran seri ketiga dari projek seni saya mengenai pembasmian komunis Indonesia; THEY KILLED THEM di Moores Building Contemporary Art Gallery, Fremantle Western Australia Januari - Februari 2015. Poto karya silahkan ditengok di  http://www.didotklasta.com/art-projects-on-65/ Salah satu elemen karya instalasi They Killed Them, didot klasta They Killed Them adalah karya seri ketiga dari Project 65, yaitu projek seni saya tentang pembasmian kaum komunis dan penghancuran gerakan politik kerakyatan Indonesia di tahun 1965. Sebagian orang yang prihatin menyebut peristiwa ini Tragedi 65. Sebagian yang lain meyakini bahwa kekerasan-kekerasan yang terjadi itu adalah konsekuensi dari kewajiban suci membela tuhan dari ancaman kaum ateis penuh dosa. Sebagian yang lain lagi dengan bangga mengesahkan cerita tentang tindakan patriotik demi keselamatan dan kejayaan Negara. Sebagian besar orang termasuk masyarakat internasional menganggap bahwa

AKU, MEMBACA DAN MENULIS (kenangan terindah)

Image
Aku suka menggambar sejak sebelum masuk SD, itu awal 70an. Aku suka berteater sejak masuk kelompok teater di kampus, itu setelah setahun aku jadi mahasiswa; akhir 80an. Aku suka bermusik sejak mulai belajar main gitar, itu juga akhir 80an. Dan sejak kapan aku suka menulis? Aku putuskan saja bahwa awal kesukaanku menulis adalah ketika aku mulai menulis puisi dengan cukup serius. Sebelumnya aku lebih dahulu suka membaca puisi yang ada di majalah Kawanku dan Hai. Selain itu aku suka membaca cerita pendek, cerita bergambar, artikel pengetahuan populer hingga berita, khususnya olah raga. Melengkapi majalah Kawanku, Hai dan Bobo, di rumah masa kecilku dapat dikatakan ada seribu satu macam bacaan; Album Cerita Ternama, Kuncung, aneka komik silat dan super hero, Donal Bebek, Eppo, serial pengalaman Dr. Karl May, majalah bulanan Korpri – Krida, aneka majalah ‘wanita’, buku-buku inpres untuk perpustakaan sekolah, Api Di Bukit Menoreh dan koran Kompas serta Suara Karya.

BELENGGU! (puisi, naskah)

Naskah untuk presentasi hasil workshop teater pendidikan kritis di Kampung Krajan Salatiga dengan partisipan anggota Teater Angka Nol Kampung Krajan dan Teater Kalangan serta difasilitasi oleh DidotKlasta Harimurti, Direktur Kalangan Kultura Media Salatiga. Belenggu! Ada yang meringkus tubuhku kaku ... Ada yang mencekik leherku sumpeg ... Ada yang membekap mulutku tak bisa bicara ... Ada yang menyumbat telingaku tak bisa dengar ... Ada yang menutup mataku tak bisa lihat ... Ada yang mengubur hatiku tak bisa merasa ... Ada yang memborgol otakku tak bisa berpikir ... Ada yang menodongku dengan remote control ... Ada yang menyirep kesadaranku ... Ada yang mengkerangkeng kemanusiaanku ... Belenggu! Ada penjara dimana-mana ... Penjara di sekolah-sekolah ... Penjara di kantor-kantor ... Penjara di super market ... Penjara di televisi ... Penjara di upacara resmi ... Penjara di pabrik-pabrik ... Penjara di nasehat-nasehat ... Penjara di sidang-sidang ... Penjara di kotbah-kotbah .