Posts

Showing posts with the label Cerpen

MUSTAJAB CINTA [cerpen]

Image
DidotKlasta, Supression 17, 2007 Sewaktu berjalan pulang entah menuju kemana setelah sejak sore berkeliaran entah kemana, Teror menemui kenaasan. Ia ditodong! Dan berlipat lagi naasnya itu sebab Teror, seperti biasa, hanya punya sedikit sekali uang - lebih naas dibanding hartawan culas yang dirampok habis-habisan, sebab pastilah segera hartanya akan menumpuk lagi karena keculasannya. “Uang! Mana uangmu?!” “Ak … Aku tak punya uang ...” “Bohong! Uang! Uaaang!!!” Teror geragapan merogoh saku celana depan dan dengan tertahan-tahan ragu mengeluarkan tiga lembar ribuan lecek yang segera diulungkannya. “Sss … Sungguh ... Cuma ini saja ...” “Bangsat! Apa tuh?! Enggak percaya! Kamu menghina ya?! Kau kira aku rampok teri kelas ribuan ya?!” “Sungguh ... Aku ini cuma seniman pengangguran tak punya apa-apa ... Lihatlah, jam tangan tak punya ... Gelang? Kalung? Cincin? Sepatu jelek saja tak punya ...” Sambil berkata demikian itu Teror mengangkat kaki kanannya yang bersandal jep

CACA (sebuah racauan surealis triler erotik)

Image
Tekanan Batin #28, bolpoin di kertas, DidotKlasta, 2009. Setelah cukup lama blog ini kuterlantarkan sebab aku sudah punya website yang keren dan kalau kau tak percaya buktikan sendiri di http://www.didotklasta.com akhirnya aku sadar bahwa. Berikut ini adalah racauanku terkini yang sebenarnya bahan lama tapi karena aku tak punya bahan baru maka. Seperti biasa tentu saja, tivi-tivi memuakkan penuh dengan acara-acara memuakkan yang penuh dengan tokoh-tokoh memuakkan dari berbagai bidang kehidupan memuakkan yang sesungguhnya bidang-bidang itu belum tentu memang diperlukan, dan mereka sedang saling membesar-besarkan diri sendiri secara spektakular karikatural. Teror mematikannya dengan gelegak keinginan mematikan tokoh-tokoh itu sendiri. Bukan dengan memencet tombol off di batangan pengendali jarak jauh itu, tapi dengan menghantamkannya ke layar tivi. BLAST!!! Sunyi itu indah, ketika gegap-gempita adalah kumpulan tinja yang berceloteh tentang hal-hal tinja. Lampu terang ia

DUA ORANG MIRING MENDISKUSIKAN SESUATU (cerpen)

Image
Omong Kosong Sehari-hari, mix material di kertas, DidotKlasta, 2015. “Dia itu miring.” Ia letakkan lagi gelasnya yang sudah mau ditenggak, menunggu omongan temannya lebih lanjut. “Dia suka cerita macam-macam yang omong kosong, gombal, bahkan tak masuk akal. Waktu katanya ia di kota besar dan katanya kerja di bisnis sinetron, katanya dia pernah bercinta dengan seorang selebritis yang belum lama ini cerai, maksudnya melakukan hubungan seks … Ngibul macam beginian mau gua … Wek Wek Wek … Katanya waktu dia masih sakti dia pernah bisa menghilang. Bayangkan, hilang! Kayak uang saja … Wek Wek Wek … Terus katanya dia adalah anak tak resmi dari salah seorang mentri. Mentri agama kaliii … Wek Wek Wek … Belum lagi, katanya dia sebetulnya agen rahasia di badan intelejen negara. Agen rahasia yang sedang buka rahasia … Wek Wek Wek … Oya, katanya dia pernah lama tinggal di Kutub Utara ... Mungkin enggak kerasan soalnya dia hobi nongkrong cuma pake kolor … Wek Wek Wek … Dan yang baru-

BISIKAN PSIKOPAT DARI DAPUR (cerpen)

“Kucing mati saja kau permasalahkan! Banyak orang mati kelaparan dimana-mana tak kau permasalahkan! Korupsi dimana-mana tak kau permasalahkan! Hutan habis, air cemar, udara penuh polusi, pengrusak alam mengeruk untung tak kau permasalahkan! Perang dimana-mana, hanya perang para penguasa, orang banyak jadi korbannya, tak kau permasalahkan! Orang tertawa di atas kesedihan orang lain, orang berjaya di atas kesengsaraan orang lain, satu memangsa lainnya, satu memanfaatkan lainnya, jaman gila, neraka dunia, mau kiamat, mau kiamaat ...! Permasalahkan itu semua! Kucing mati tak membikin keadaan brengsek ini membaik, kucing mati enggak penting! Malah bangkainya lantas dibuang kali pula, busuk, bikin penyakit! Huh ... Kucing dipermasalahkan ...” # Del terbengong-bengong. Tak ia sangka, Win akan berkata-kata macam itu. Dan ia tetap terbengong waktu Win berlalu masuk kamar dengan menghempaskan pintu. Namun sejurus kemudian Del pun tergerakkan oleh sesuatu yang rutin; menyiapkan makan

CERITA SAMAR DARI DUSUN KAMI (cerpen, kenangan terindah)

Cerita ini berbahan-baku kisah nyata dimasa kecilku saat keluargaku tinggal di desa B (kec. Tengaran kab. Semarang) mengontrak rumah tepi jalan Tingkir - Suruh bersebelahan dengan sawah. Dan satu-satunya tivi yang kutahu adalah milik gereja Isa Al Masih yang dipasang di teras menghadap pekarangan depan sehingga siapa saja bisa nonton. Gereja ini berdiri di pinggir jalan kira-kira berseberangan dengan pasar desa B. Aku ingat akan suatu sore yang dekat dengan hari kemerdekaan, dulu sekali, ketika kota belum semenarik sekarang dan tinggal di desa cukup punya martabat yang terjaga dari superioritas kota. Orang-orang kampung Barokan dan juga kampung-kampung lain di sepanjang jalan besar yang menghubungkan dengan kecamatan S di Timur dan kota S di Barat Laut itu berkerumun memenuhi jalan aspal baru yang membelahnya. Semua mata memandang ke arah langit di Tenggara dengan ekspresi takjub, takut dan bingung, menunjuk-nunjuk dan berkata-kata riuh-rendah satu sama lain. Tetapi waktu itu kebany

ORONG ORONG (cerpen)

Image
Fiksi Ilmiah, Didot Klasta Akhirnya … Surowelang, gegedhug bajingan yang sohor oleh cambang-brewoknya, kekejamannya, ilmu jaya-kasantikannya yang tinggi, sekaligus otak-kerbaunya, yang menjadi tangan kanan kesewenang-wenangan dari Ndoro Adipati Kanjeng Gusti Among Murko, sang penguasa tiran lalim tukang menindas dan suka memperkosa perempuan-perempuan muda itu pun menemui ajalnya di tangan seorang resi sakti mandraguna yang merupakan guru dari putra almarhum mantan Ndoro Adipati, Kanjeng Gusti Mangku Projo yang dulu telah dibunuh dalam sebuah kudeta berdarah oleh Kanjeng Gusti Among Murko, yaitu Raden Sastro yang ingin membalas dendam sekaligus merebut kembali kekuasaan, melalui gurunya itu. Namun ternyata resi sakti itu, yaitu Resi Langit, setelah Kanjeng Gusti Among Murko bunuh diri sebab tak punya andalan lagi, ternyata kemudian berbalik berpihak pada putra Kanjeng Gusti Among Murko, yaitu Raden Karto yang tiba-tiba muncul setelah sekian lama dinyatakan hilang dan segera mengam

DEMI CINTA

Kita tak bisa meneruskan lagi. Ini tak bisa dipertahan Bon. Sudah sekian lama terus kita usahakan, namun akhirnya aku harus percaya yang sekian lama tak kupercaya; aku tak akan bisa benar-benar memahamimu, seperti halnya kau pun tak akan bisa benar-benar memahamiku. Pahit memang … Namun tak apa-apa. Bagaimanapun kita telah mencoba, untuk berani saling mencinta, berani mengujinya secara nyata dengan menjalani ini semua, bersama. Jika ternyata, sesuatu yang kita bangun sekian lama ini tak berhasil, pasti ada sesuatu lain yang berhasil. Mungkin apa yang kucapai dan apa yang kau capai tak sama, namun aku yakin, kita sama-sama akan menjadi lebih baik. Seperti katamu; kita adalah dua bunga yang terus dan makin mekar. Kita tetaplah dua bunga dan dua penyiram bunga sekaligus. Akan tetap demikian, meski kita tak bisa lagi terus saling menyiram. Setidaknya, terima kasih untuk sekian waktu kau menyiramiku hingga aku tumbuh-mekar seperti sekarang ini. Sebaliknya kuharap apa yang kulakukan padamu s

ANTARA AKU, ROSA DAN SESUATU YANG MEMUAKKAN

Image
Sayap Sayap Cinta Full Of Shit, mix material di kertas, DidotKlasta, 2015. Hubungan khusus yang intim, saling menyayangi, saling peduli dan berbagi secara palsu dan memuakkan atau lazim disebut sebagai percintaan, pun lalu terjalin, yaitu setelah kami dengan munafik dan membohongi diri sendiri bisa mempertemukan atau mengkompromikan barang suatu kepentingan egois masing-masing pada barang suatu 'titik tertentu'. Dia kesepian, tak punya teman, tak pernah disapa, dan mimpi terburuknya adalah bangun tengah malam tak karena mimpi apapun lalu mendapati dirinya sendirian, makin tua dan tidak tegar; demikian mimpi buruknya. Demikian halnya aku, sama saja. Tentu ada hal-hal lain yang saling menarik antara kami, misalnya bibirnya mirip bibir ratu dangdut lokal kota ini yang mirip diva dangdut nasional di televisi dan cara bernapasnya mengingatkanku pada dada bintang film bom seks internasional. Atau pas pertama aku jalan-jalan Malam Minggu dengannya, uangku lagi lumayan fleksibel u

GILA JADI PRESIDEN (cerpen, kenangan terindah)

Image
Yang akan kuceritakan ini sebetulnya istilahnya sekarang; basi, sudah sering kita dengar ceritanya, maksudku temanya. Aku sendiri sudah sering mendengar atau membaca. Sedang mengenai pengalamanku sendiri paling sedikit ada dua cerita. Satu cerita adalah di waktu aku masih kecil, satu cerita lagi adalah baru-baru ini saja, namun belum kunjung kubikin. Bagaimanapun tetap ingin kuceritakan, meskipun orang-orang mungkin punya yang lebih hebat lagi. Apakah sebab ceritaku unik ? Apa ada hikmah penting untuk disampaikan ? Apa ada kebutuhan mendesaknya ? Kepentingan terselubung … ? Tidak, tidaklah. Aku hanya ingin bercerita saja. Dan maka silahkan juga sekalian orang cukup sekedar mendengar saja, secara sambil lalu juga tak apa-apa. Pokoknya aku hanya bercerita. Begini; kalau dimasa lampau, tepatnya kulupa, mungkin sewaktu aku kelas 2 SD, ada orang terkenal di antero sekian kampung dekat-dekat kampungku; Krajan, Turusan, Kalitaman, Setenan, Gladakan … Namanya Pak Jonet. Si Pak Jonet ini

ANTARA DONO, DINI, CINTA DAN WAKTU

Image
Unfinished, 90s Kehidupan kawanku … Dari yang dulunya; jabang bayi merah begitu lemah, jadilah kanak-kanak mungil menggemaskan, lalu membesar-meremaja menjanjikan, terus tumbuh, makin besar makin dewasa …Orang dewasa telah kemana-mana. Ada yang mengatakan; itu hanyalah mencari-cari jalan untuk kembali. Doni, demikian namanya. Adalah seorang mahasiswa yang akhirnya hampir merampungkan kuliahnya setelah sekian lama tak rampung-rampung dan setelah meski susah, berhasil juga meruntuhkan keyakinannya sendiri bahwa gelar sarjana adalah salah satu tai kucing dari banyak tai kucing mengenai masyarakat. Kini Doni sedang mengerjakan bab terahir skripsinya. Dua enam umurnya. Sudah delapan tahun Doni menuntut ilmu di sebuah universitas yang cukup ternama itu. Kuliah, bukan sungguh-sungguh keinginannya. Orangtuanya meski dalam banyak sekali hal lain berpikir ‘simpel’, namun dalam hal pendidikan bagi anaknya punya prinsip; menyekolahkan anak setinggi mungkin - bagaimanapun caranya; harus. Or

THE POWER OF LOVE

Image
Suppression #74, didot klasta Ia menatapku dengan sepasang bola mata yang berubah jadi belati Hugo Nick Carter ; menghunjam-hunjam secara begitu ekspresif diperbuatnya atas ulu hatiku. Maksud hati seiring-sejalan, apa daya bersimpang paham … Demikian itu ucapku bergaya penuh tegar yang hakul yakin. Namun terasa olehku bahwa ia tahu ; kalau aku menyusun kata-kata hanya untuk membangun Taj Mahal private property keangkuhan bebal, yang tegak di atas tanah yang tak ada. Dan aku tahu pula ; kalau ia tahu bahwa aku pura-pura tak tahu kalau ia tahu. Dingin di luar Dingin di dalam Tak sedingin di tempat yang paling luar Tak sedingin di tempat yang paling dalam Ketika ruang kosong Ditinggalkan yang ditendang; dengan sayang Go away but don’t … … # Ciko menjadi sangat kedinginan.

RUSUH

Malam bulan merah menyinari remang sikon harga-harga membumbung yang bagus untuk dilukiskan sebagai kata ‘bangsat’ oleh pengangguran-pengangguran, pedagang-pedagang kakilima yang baru saja digusur, pengamen-pengamen yang ditangkapi, pelayan toko yang dilecehkan, pembantu rumahtangga yang disiksa majikan, mahasiswa yang tak bisa bayar uang kuliah, pemuda mabuk kalah bersaing asmara dengan anak cukong, korban penipuan, pengeroyok pencuri ayam, pencuri ayam itu sendiri … Malam bulan merah menyinari remang kampung-kampung tak segemebyar kompleks-kompleks rumah-rumah gemebyar kedua, ketiga, keempat milik orang-orang kaya-raya. Istrinya datang dengan kesembaban muka dan napas yang tersengal sebab sepanjang perjalanan pulang terus menahan agar airmatanya tak melinang dilihati orang banyak. Dan begitu ia menjatuhkan pantatnya di kursi, pun meluncurlah buliran bening hangat itu, sedang tangannya terus mengucel-ucel saputangan kembang-kembang merah muda. Moli, demikian namanya, bekerja di se

DAN MATAHARI MENGGELINCIR

Namanya Yem. Sebenarnya tidak Yem saja titik, tapi cukup asal diketahui Yem-nya saja, selebihnya tak penting untuk pemanggil-pemanggil. Yem nampak sedang duduk loyo di atas sebuah batu besar yang sekilas seakan menyerupai sosok anak kecil jongos di foto-foto ningrat Jawa tempo dulu. Berkulit legam, kepala kuncung, namun tak berpose menyembah-nyembah atau kegirangan dipotret melainkan sedang menungging secara kurangajar seakan pada majikan orangtuanya, barangkali, persis di bawah pohon kelengkeng yang hampir mati sekitar 3 meteran dari bibir tebing tepi kuburan Wates yang meluncur ke bawah secara landai dan langsung mencuram di kali kecil dangkal – Kali Candi – yang mengalir ke Utara. Meski bernama Yem

BENAR-BENAR GILA

Cerpen ini kubaca dalam acara apresiasi seni di selasar depan kampus Fakultas Seni Pertunjukan Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Kemungkinan besar tahunnya 2009 sebab aku menulis cerpen ini karena pening dengan poto-poto caleg pileg 2009 yang seperti menterorku kemana saja aku keliling desa dan kota, khususnya sepanjang jalan Karang Balong - Kota Salatiga lewat Kalibening PP. Saudara-saudara sebangsa dan setanah-air namun belum tentu senasib dan sepenanggungan, percayalah … kalau biasanya saya hanya tukang menyebar kabar bohong dan pantas untuk tidak pernah bisa dipercaya, kali ini lain. Yang satu ini sungguh-sungguh terjadi. Percayalah. Suatu siang beberapa waktu lalu di kota kecil saya, Salatiga, hujan terakhir musim hujan mengguyur lebat disertai angin kencang dan petir menyambar-nyambar dengan dyahsyatnya. Saya, seperti biasa, sedang melamun sendirian terbuai lagu Mas Iwan Fals mengenai para wakil rakyat yang seharusnya merakyat sambil meringkuk dalam sarung sep