JAMAN SEKARANG (artikel)

(hanya) Racauan sepanjang perjalanan panjang yang belum tentu tak berguna. Diambil dari salah satu edisi buletin Kabar Kalangan yang diterbitkan oleh Kalangan Kultura Media (dulu Lembaga Media Aksi Kalangan) Salatiga.


Kawan, kau tentu tahu, ini tentang perjalanan sejarah agung menuju cakrawala cita-cita peradaban. Betapa kita telah begitu jauh dan tua namun tak kunjung lelah, tak kunjung ‘menjadi’, terus mencari bentuk hakiki. Saat-saat tertentu kita ingin sejenak minggir di bawah kerindangan bijak pohon asam uzur disemilirkan angin pelan sementara gerombolan burung terancam punah mengarah Barat bersama kesetiaan matahari …
Tarik napas, ambil jarak dengan hiruk-pikuk kenyataan, mengamatinya secara jernih-mendalam untuk menemukan pengertian-pengertian, tetapi selalu tak mudah. Seperti mencoba memahami suatu konstelasi kesemrawutan namun berada (terjebak?!) dalam kesemrawutan itu. Potongan, serpihan, remah fakta-fakta dan fiksi-fiksi hilir-mudik keluar-masuk kepala. Terkadang beriringan satu-satu, kadang berombongan menyerbu, kadang berkarung-karung menimbuni gudang pikiran. Kadang pula malah menyebabkan ‘plenggang-plenggong’.

Kawan, hal-hal berserak seperti permainan mosaik. Ini semua sesungguhnya adalah tentang mosaik. Dari potongan-potongan ‘kecil’ hingga potongan-potongan ‘besar’. Anak miskin sakit ditolak rumah sakit, ibu bunuh diri terbelit utang, mencuri sekedar untuk makan, pertarungan politik oportunis, buruh dan tani marah ternista industri dan kemajuan, konflik sara, hutan milik bersama dibabat – gedung tingkat eksklusif ditumbuhkan … ini baru Indonesia … Tentara Amerika Serikat masih malang-melintang di Afganistan, aktifis hak-hak sosial dibunuh di Honduras, bayi-bayi Irak lahir cacat sebab bom toxic, perang saudara dan kelaparan di Afrika, Cuba berjuang dalam blokade, pengungsi Tamil ditolak rejim Australia, Cina merangsek untuk jadi negri nomer satu, gunung-gunung es patah, perang minyak Timur Tengah, pasar bebas - persaingan bebas tak terbantah … Apa yang sesungguhnya terjadi? Apakah kita sedang bergerak makin membaik? Atau memburuk? Ataukah kita sesungguhnya tak kemana-mana?
Kawan, mosaik ini adalah cerita klasik tentang sekeping mata uang. Satu wajahnya ekonomi, wajah satunya politik, terlepas kita setuju atau tidak, suka atau tidak, peduli atau tidak. Dua wajah saling membutuhkan saling menghidupi saling membesarkan. Saudara punya ekonomi, Saudara punya politik. Saudara berpolitik, untuk mencapai ekonomi. Makin gemuk ekonomi Saudara, makin kuat politik Saudara. Makin berkuasa politik Saudara, makin makmur ekonomi Saudara. Demikianlah saling berkelindan. Makin lama makin membangun sistim kehidupan berbahaya. Sangat berbahaya.

(menarik napas …)

Dulu seorang guru SMP tua berkata bahwa ekonomi artinya mencukupi kebutuhan. Makin lama pengertian ini berkembang makin kompleks. Yang dimaksud kebutuhan bisa beda-beda. Bahkan bukan cuma soal mencukupi, tapi juga soal menjual kebutuhan. Sekarang semua aspek hidup (dan kehidupan) menjadi kebutuhan yang dijual-belikan (komoditi). Ada komoditi persalinan, ada komoditi tanah kubur. Ada komoditi kebugaran raga, ada komoditi kedamaian  jiwa. Ada komoditi ‘kepandaian’, ada komoditi ‘kebodohan’, ada komoditi masa lalu, ada komoditi masa depan. Dan keseluruhan ‘pasar modern’ ini hasilnya adalah; sebagian manusia banyak duit atau makin dan makin banyak duit, sebagian lagi bokek atau makin dan makin bokek. Menariknya lagi, yang berduit itu tak banyak, sedang yang bokek berserakan (bahkan keleleran) dimana-mana.
Sistim pasar modern adalah sistim keuntungan eksesif. Sekali untung ingin untung lagi dan lebih banyak lagi dan membabibuta. Mesin keuntungan seperti monster pemangsa, ‘nyosor’ kesana-kemari. Orang menyebutnya ‘bisnis’; sebuah konsep mistik yang mengatasi nyaris apapun, yang atas namanya membenarkan nyaris apapun. Berhala ini dianggap sebagai sesuatu yang bagus tanpa diperdebatkan lagi. Seakan bagian dari hakekat hidup manusia dan keniscayaan alami. Tapi yang tak ditanyakan adalah; bagus untuk apa? Apakah bagus untuk kelanjutan kehidupan manusia dan bumi? Apakah bagus karena membuat dunia dan manusianya semakin indah dan manusiawi dan peduli masa depan keberlangsungan kehidupan? Bahkan di pelosok Afrika anak-anak dipersenjatai, tangan-tangan dipenggal demi permata indah klas 1 bagi orang-orang kaya jetset klas 1 yang sedang menghamburkan uang di Las Vegas. Ini hanya bisnis. Kepentingan lahan ‘super mall’ sanggup menggusur gedung sekolah, tapi sebaliknya mungkinkah kepentingan umum / sosial membongkar kepentingan bisnis?
Apa yang mungkin bisa terjadi ketika hutan tropis akhirnya habis, atau ketika semua tanah telah tertutup aspal dan semen, atau ketika produksi ASI dimandulkan agar boss susu formula tambah kaya-raya, atau ketika untuk bernapas harus bayar? Sistim yang luar biasa berbahaya … Sistim yang bermain-main api untuk membakar hangus musnah dirinya sendiri. Oyaya! Tunggu, ada kabar gembira! Ada Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan)! Hmmm … Apa artinya ketika dua fakta dasar ‘Majikan tambah makmur, Buruh terus tersungkur’ dan ‘semua bisa dibisniskan’ tak boleh diotak-atik lagi sebab mengotak-atiknya berarti komunis, dan komunis jauh-jauh-jauh lebih mengerikan dari membisniskan Tuhan? Dan syahdan seorang hebat bernama Francis Fukuyama pun telah menyampaikan nasnya; bahwa sistim ini adalah capaian terbaik sejarah dan tak mungkin ada yang lebih baik lagi …

(menarik napas …)

Dulu seorang guru SMP tua berkata bahwa demokrasi artinya kedaulatan di tangan rakyat. Makin lama makin tidak karuan maksudnya. Sedikit-sedikit teriak demokrasi.  Dimana-mana mengobral demokrasi. Atas nama demokrasi! Demi demokrasi! Tegakkan prinsip-prinsip demokrasi! Tetap dalam koridor demokrasi! Hidup Demokrasi! Namun yang tak pernah dipersoalkan lagi adalah : Demokrasi macam apa? Kedaulatan ‘rakyat’ yang mana? Jikalau ini memang kedaulatan rakyat sejati, apakah cukup dengan indikator berupa fakta ritual orang-orang biasa berbondong-bondong direduksi suaranya menjadi sekedar selembar kertas dicemplungkan kotak, lantas pulang dan terbungkam lagi? Kedaulatan yang tak lebih hanya hak memilih mereka yang disebut oleh demokrasi jenis ini sebagai ‘pemimpin’ dan ‘wakil’ lantas pulang untuk menjalani hidup rutin melayani kepentingan pemimpinnya dan wakilnya itu dari hari ke hari sampai datangnya musim ritual lagi? Ini bukan kedaulatan rakyat, ini menyerahkan kedaulatan …
Jika memang demikianlah demokrasi - kedaulatan rakyat, setidaknya ini adalah demokrasi – kedaulatan rakyat versi kelas tertentu dalam masyarakat. Demokrasi bagi sebuah kelompok ‘rakyat’ yang punya suara, yang dapat mengakses lembaga-lembaga politik (misalnya partai), lembaga-lembaga demokrasi (misalnya parlemen) dan lembaga-lembaga pendapat (misalnya media massa). Dan untuk punya kapasitas tersebut saudara harus punya uang. Makin besar uang Saudara, makin besar kapasitas ‘bermain’ demokrasi Saudara, yaitu tak lain demokrasi elitis; demokrasi untuk (melangsungkan kepentingan kemapanan) kaum beruang, atau sementara orang mengistilahkannya demokrasi borjuis. Dengan cara membangun sistim koalisi, kompromi antar kelompok beruang dan menjalankan sistim penundukan, eksploitasi pada kaum rakyat jelata orang biasa.
Inilah demokrasi elitis dan kedaulatan kaum beruang. Wajah politik yang cocok (dan hanya ini yang cocok), jika sisi lain dari mata uang yang berlaku adalah wajah berhala bisnis. Sistim demokrasi kekuasaan yang memunculkan banyak skandal dengan korban kemanusiaan milyaran orang biasa di seluruh dunia. Demokrasi yang mengamini umpatan kasar, seloroh konyol, interupsi tak bermutu, komentar dungu, lobby misterius dalam sidang elit yang mereka beri judul : menentukan nasib rakyat. Demokrasi yang memobilisasi konflik horisontal demi ‘mukti’nya pemimpin. Demokrasi yang menyogok demi kursi. Demokrasi yang mendistribusikan hak-hak istimewa … Demokrasi yang mengirimkan tentara Amerika Serikat kemana-mana meskipun mayoritas warganya tak menghendaki. Demokrasi yang memberi hak veto bagi segelintir negara kuat. Demokrasi yang membiarkan kekejaman tentara rejim Israel pada warga Palestina meski warga Israel tidak setuju. Demokrasi yang mensubversi negara-negara berpolitik popular / kerakyatan dengan operasi intelejen. Dan ketika seseorang dengan kesungguhan hati menyampaikan hasratnya tentang perubahan untuk kehidupan yang lebih baik ... Demokrasi jenis ini sampai bisa membuat orang yang mendengar berkomentar sinis : Selamat berkhayal …

(menarik napas …)

Bukan maksud penulis untuk cenderung berpikir negatip, bersikap pesimis atau malah sinis, sehingga melihat kehidupan ini lebih dari sisi persoalannya. Berbagai hal ‘miring’ dipakai sebagai titik pijak untuk memahami betapa kita berada dalam sebuah persoalan sangat besar yang jika setuju untuk memperbaikinya tak cukup dengan perbaikan sana-sini, melainkan perlu perombakan, rancang ulang, perlu paradigma baru dan melangkah praktis dengan hal-hal positip yang kita punya, tentu dengan mempertimbangkan situasi kondisi. Intinya secara praktis-realistis kurang-lebih adalah pertama; mengedepankan makna, nilai, fungsi sosial-lingkungan dalam kegiatan pemenuhan dan produksi kebutuhan serta memakai pertimbangan rasional. Kedua; mendorong penguatan politik popular (politik rakyat jelata – orang biasa) dengan terus menguji-cobakan media-media politik, demokrasi, pendapat alternatif yang bisa diakses, dimiliki dan dikelola rakyat jelata – orang-orang biasa itu sendiri.
Apakah nantinya akan berhasil? Belum tentu saat kita hidup. Barangkali anak atau cucu atau cicit atau … yang akan mengabarkan pada kita suatu saat nanti. Tetapi yang jelas kalau kita tak mulai membayangkan bahwa dunia yang baru adalah mungkin dan membuat perubahan-perubahan yang dibutuhkan, jelas kita sebagai umat manusia sedang menggali kubur kita sendiri. Juga kubur bagi mereka yang selama ini ‘di atas angin’; kaum beruang-berkuasa.
Akhir kata kembali tentang sekeping mata uang di atas, kalau tak keliru Gandhi pernah berujar : Bumi seisinya cukup bagi semua manusia, namun tak pernah cukup bagi satu orang saja yang serakah. Kira-kira bagaimana jika ditambah : Dunia fana ini mendekati sorga bagi semua manusia jika hubungannya setara, namun mendekati neraka jika masih ada yang berkuasa atas yang lainnya.
Merdeka Kawan …


DidotKlasta Harimurti
Dari Kabar Kalangan edisi pebruari 2010

Comments

Popular posts from this blog

WIT … WITAN PLASTIK (naskah pertunjukan)

MIMPI BURUK ROCK (gaya) INDONESIA

SEBUNGKUS PUISI-PUISI HUJAN