PULANG KEMANA

Usianya sudah tak muda lagi, tapi Teror belum berkeluarga, dan keluarganya yang 'lama' (di)habis(i). Dan sekarang Teror sedang terdampar dalam sesuatu keramaian Hari Raya Agama yang tidak menyentuh-nyentuh hati amat serta penuh dengan orang-orang mengunjungi keramaian itu namun dengan maksud-maksud yang lain dan maksud-maksud lain itu tak lain adalah semacam sebutlah; kebusukan hati dunia yang tak berujung pada kebahagiaan.
Namun tak masalah baginya dengan berbagai hati dunia busuk-wangi; Teror di situ, karena ia sudah kepala tiga lebih beberapa dan sebatangkara. Teror pun sedang berada di tempat pinggiran saja dari keramaian itu yang berantre mobil-mobil. 
Dengan uang tak seberapa, nongkrong makan namun bukan sebab lapar, melainkan sebab ingin benar Teror berbagi. Ini bukannya warung makan dengan waitress, “Sugeng Rawuh …”, cuma sebuah meja kecil dengan panci-panci, tenggok nasi, setumpuk daun pisang, tikar, anglo, teplok, duduk lesehan ... Nasi srundeng, lodeh kluwih.
Penjualnya perempuan setengah baya dan terus-terang lumayan cantiknya dan garis belahan dadanya kelihatan spontan wajar, membelah dua gundukan berwarna sawo matang dan kencang dan seakan menyembul-nyembul. Dia adalah jenis yang bersuami tak setia.

Tak ada orang lain, hanya berdua, karena mereka bukan orang kaya. Dan belahan dada orang-orang kaya adalah untaian kalung mas macam jalur teratur lewat anggun, berbelok ke kiri, berbelok ke kiri lagi lalu ke kanan 100an meter, lalu ke kanan lagi; ABG kaya nongkrong, papa-mama tancap ke resepsi Hotel H. Dan waktu pun terus berjalan. Lupa, ingat, samar-samar.
Suap demi suap menjadi perjalanan teramat panjang teramat melelahkan, mencari yang tak kunjung ketemu dan jika ketemu, gamang; inikah yang dicari? Celakanya waktu yang dihabiskan untuk mencari-cari jawaban adalah membiarkan rejeki lewat disambari orang yang persetan saja dengan pertanyaan-pertanyaan … 
Habis sepiring, dibayar, uang kembalian dengan kerlingan ngelangut; sepi bertransaksi dengan sepi … Tidak. Jangan … Kita mari berbagi … Dan Teror pun habis terbagi-bagi di bawa pulang masing-masing. Dalam habis-habisan, Teror mau pulang; pulang ke mana gerangan? Semua rumah miliknya orang. Teror pingin rumah yang bukan milik orang. Sesungguhnya Teror ingin yang bukan milik siapa saja.

selesai

Comments

Popular posts from this blog

WIT … WITAN PLASTIK (naskah pertunjukan)

MIMPI BURUK ROCK (gaya) INDONESIA

SEBUNGKUS PUISI-PUISI HUJAN