NENEK KITA BERBEDA-BEDA

Di kota-kota maju-hingar yang tak punya nenek-nenek lama dari rumah-rumah tua minggir jauh di pelosok sunyi tak punya ketahanan ekonomi bahkan ambruk, selalu ada nenek renta memakai kain bau lumpur tanpa alas kaki dan lumpur menyelip di sela-sela jari kaki megarnya.
Datang dari desa-desa yang samar dalam remang kabut dini sebelum subuh. Terbongkok-bongkok menggendong tenggok di punggungnya penuh dengan bongkah-bongkah tumbukan singkong rebus, tanpa sistim transportasi. Dulu kanak pengungsi perang, sekarang pengungsi ekonomi.
Sepanjang pagi nenek renta desa-desa yang samar. Tak pernah punya Rolex emas berkarat-karat, adalah laksana waktu abadi. Di depan toko mas 'PETRUK' itu, atau di mana saja, adalah tak di mana-mana. Jongkoknya kelu-sepi, nyaris seperti tidak menunggu apa-apa. Tak juga menunggu; datangnya politik kota akan menderma kesejahteraan sosial namun membelok ke ruang parkir eksklusif bertulis : khusus mobil mahal. Tentu ada nenek pula di situ!
Barangkali sedang merayakan ulang tahun panjang umur makmur dikelilingi cucu-cucu makmur. Salah satu cucunya mungkin bukan aku. Aku …? Nenekku sedang tiada. Dengan cara terbongkok-bongkok menggendong tenggok-tenggo berisi hal-hal yang punah? Dan nama nenekku sedang tiada.

selesai

Comments

Popular posts from this blog

WIT … WITAN PLASTIK (naskah pertunjukan)

MIMPI BURUK ROCK (gaya) INDONESIA

SEBUNGKUS PUISI-PUISI HUJAN