ILUSI HARMONI (puisi)

Di kota-kota ...
Ada yang meringkuk antara grobak-grobak kakilima.
Ada yang menyanyi parau dengan ketipung pralon.
Ada yang menyusui anak sambil menunggu warung rokok.
Ada yang suntuk gontai turun dari bis buruh tekstil.
Ada yang berdoa menghiba menadahkan tangan.
Ada yang kelaparan membolak-balik sampah.
Ada yang termenung bokek di atas becak seharian.
Ada yang jongkok manyun depan etalase toko mainan.
Ada yang memperbaiki riasan di sudut remang.
Ada yang lontang-lantung nganggur dan kebingungan.
Ada yang tergolek pilu menahan disentri.
Ada yang mabok dengan gusar oleh anggur lokal murah-meriah.
Ada yang terbungkuk mengangkat-junjung karung-karung.
Ada yang merokok getir di emperan rolling door.
Ada yang antre sembako murah sampai pingsan.
Ada yang membanyol kering di kedai kopi jelata.
Di kota-kota yang sama ...
Ada kalangan yang berkelebihan segalanya.
Serakah, angkuh, culas, hipokrit ciri-cirinya.
Sesungguhnya, mereka para majikan kota.
Pada dasarnya, mereka kaum enak tak bekerja.
Di kota-kota ...
Harmoni adalah kearifan dusta.
Bikinan pendusta yang serakah, angkuh, culas, hipokrit ciri-cirinya.
Agar sumbu pertentangan tak ternyalakan.
Maka kearifan penentangan tak ternyatakan.
Lantas di desa-desa ?
Bah, sama saja. Sama saja Saudara.

Di kota-kota dan di desa-desa ...
Kearifan mereka bukan kearifan kita.
Harmoni ada.
Namun perlu perlawanan keadilan yang amat lama.
Kecuali jika kita puas cuma harmoni dusta.


Didot Klasta
Salatiga, pertengahan - akhir 2000an

Comments

Popular posts from this blog

WIT … WITAN PLASTIK (naskah pertunjukan)

MIMPI BURUK ROCK (gaya) INDONESIA

SEBUNGKUS PUISI-PUISI HUJAN