(enggak) PERLU JUDUL

Pukul tiga sore. Angin kencang di kota S. Hujan deras yang dramatis meminggirkan kere-kere di emperan kikir orang kaya yang dipilok : A W A S A N J I N G G A L A K !!! Seperti seting roman sosial nasional. Hawa ribut bertiup dari dengus rusuh moncong kongkalikong demokrasi oportunis. Air kencang menggelontori got-got dan duit seperak dua yang ditelan lumpur. Pekerja dihujani butiran tajam kondensasi pengangguran. Terus mencari barang sekeping. Tapi sekeping saja tak pernah ada di bawah meja bertaplak batik Iwan Tirta. Dan di atas meja orang-orang batik bermain dadu gelinding. Menggelindingi struktur cucuran keringat kongsi Indonesia. Hasil keringat jatuhnya di kantung petinggi batik dan juragan butik. Tubuh berkeringat jatuhnya terhumbalang di pelimbahan. Dengan seragam tetron murahan orang-orang tetron terhanyut menjauhi meja dadu. Sebagian mencair. Sebagian mengeras. Sebagian menyublim. Sebagian gaib sikon. Bagian terbesar telah begitu geram dan jemu. Menanti bahkan menghadang sepanjang emperan toko Arab, Cina, Eropa, Amerika, borjuis komparador dan sepanjang periferi pertumbuhan ekonomi negri. Dan sepanjang proses sintetik revolusioner ini, aku sedang ambil prei untuk sejenak biasa-biasa saja. Dan di sinilah aku, di beranda, menunggu janji mau tiba ...

Nah ! Si Janji tiba juga. Sandal plastik merah muda. Bando plastik sama warnanya. Rok selutut pun jambon pula. Ada renda di dada bagusnya. Kau ! Sorongkan sekilo jambu buatku. Dalam plastik, tertahan malu. Dan senyum ngirit itu pun dipersunggingi oleh rindu. Ya tentu kubalaslah sepadan. Ini gaya menyambut, tak bisa tahan-tahan.

"Politik sederas ini. Kenapa dipaksa datang ?", sapaku disambar petir berupa durian.

"Perjuangan cinta Bang ...", tohoknya tiada bimbang.

Ooo ... Begitu Adik ? Secuil minggu dalam seribu tahun pemberontakan. Sejenak teman dalam jalan panjang kesunyian. Lebih dari cukup hadirmu saja. Tak perlu gelora eforia massa.

Kesini Adik ... Tiup rileks kening carut-marut ini.

Ayo Adik ... Ayo di-cas aki revolusionari ini.

Trima kasih Adik ... Telah mencintai perjuangan ini.

Segala kerinduan ... Untuk hati yang pantang padam.

Semua kembang mlati ... Untuk segala api.

Comments

Popular posts from this blog

WIT … WITAN PLASTIK (naskah pertunjukan)

MIMPI BURUK ROCK (gaya) INDONESIA

SEBUNGKUS PUISI-PUISI HUJAN